Pengertian Bid’ah Dan Hukum-Hukumnya Dari Syariat Islam



Perbuatan Bid’ah didalam Ad-Dien (Islam) hukumnya adalah haram, karena yang ada dalam dien itu adalah tauqifi (tidak bisa baru (berbuat yang baru) didalam urusan kami ini yang bukan dari urusan tersebut, maka perbuatannya akan ditolak (tidak diterima)”. Dan didalam riwayat lain telah disebutkan : “Artinya : Barangsiapa yang berbuat suatu amalan yang bukan didasarkan oleh urusan kami, maka perbuatannya ditolak”.

Bid’ah Dalam Ad-Dien (Islam) Ada Dua Jenis Macam Yaitu :

Bid’ah Qauliyah ‘Itiqadiyah
Bid’ah perkataan yang keluar dari keyakinan, seperti ucapan-ucapan orang Jahmiyah, Mu’tazilah, dan Rafidhah serta semua firqah-firqah (kelompok-kelompok) yang sesat, sekaligus keyakinan-keyakinan mereka

Bid’ah Fil Ibadah
Bid’ah dalam ibadah seperti beribadah kepada Allah dengan apa yang tidak di syari’atkan oleh Allah : dan bid’ah dalam ibadah ini ada beberapa bagian yaitu : Bid’ah yang berhubungan dengan pokok-pokok ibadah : yaitu mengadakan suatu ibadah yang tidak ada dasarnya dalam syari’at Allah Ta’ala, seperti mengerjakan shalat yang tidak disyari’atkan, shiyam yang tidak disyari’atkan, atau mengadakan hari-hari besar yang tidak disyariatkan seperti pesta ulang tahun, kelahiran dan lain sebagainya.

Bid’ah yang bentuknya menambah-nambah terhadap ibadah yang disyariatkan, seperti menambah rakaat kelima pada shalat Dhuhur atau shalat Ashar. Bid’ah yang terdapat pada sifat pelaksanaan ibadah. Yaitu menunaikan ibadah yang sifatnya tidak di syari’atkan seperti membaca dzikir-dzikir yang disyariatkan dengan cara berjama’ah dan suara yang keras. Juga seperti membebani diri (memberatkan diri) dalam ibadah sampai keluar dari batas-batas sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Baca Juga : Hindarilah Sifat Riya Untuk Pamer Ibadah Di Jejaring Sosial

Sebagaimana sabda dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

ﻭَﻣُﺤْﺪَﺛَﺎﺕِ ﺍﻷُﻣُﻮﺭِ ﻓَﺈِﻥَّ ﻛُﻞَّ ﻣُﺤْﺪَﺛَﺔٍ ﺑِﺪْﻋَﺔٌ ﻭَﻛُﻞَّ ﺑِﺪْﻋَﺔٍ ﺿَﻼَﻟَﺔٌ

Hukum Bid’ah Dalam Ad-Dien
Segala bentuk bid’ah dalam Ad-dien hukumnya adalah haram dan sesat, “Janganlah kamu sekalian mengada-adakan urusan-urusan yang baru, karena sesungguhnya mengadakan hal-hal yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.” [Hadits Riwayat Abdu Daud, dan At-Tirmidzi ; hadits hasan shahih].

Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam

ﻣَﻦْ ﻋَﻤِﻞَ ﻋَﻤَﻼً ﻟَﻴْﺲَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺃَﻣْﺮُﻧَﺎ ﻓَﻬُﻮَ ﺭَﺩٌّ

“Barangsiapa mengadakan hal yang baru yang bukan dari kami maka perbuatannya tertolak”.

Berikut Ini Dari Beberapa Sedikit Contoh Perkara Bid'ah



Peringatan Maulid Nabi
Maulid Nabi sendiri sudah dikategorikan sebagai bid’ah. Karena ibadah perayaan yang sangat agung yang dapat mendatangkan keridhaan Allah Ta’ala dan syafaatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini adalah perayaan yang rutin digelar setiap tahunnya sehingga maulid Nabi termasuk hari ‘Ied dimana banyak dari kaum muslimin berkumpul dihari tersebut. Sebab penentuan ibadah atau hari ‘ied kaum muslimin membutuhkan dalil. Akan tetapi, untuk menentukan suatu hari itu adalah ‘Ied atau bukan, maka membutuhkan dalil dari Al Qur’an ataupun As Sunnah.

Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Tidaklah disyari’atkan bagi kaum muslimin untuk menjadikan suatu hari sebagai ‘Ied kecuali yang telah ditetapkan oleh syari’at sebagai hari ‘ied. Hari ‘ied yang ditetapkan syari’at tersebut seperti hari raya ‘Idul Fitri, ‘Idul Adha, hari-hari tasyrik, dimana ketiga ‘Ied tersebut adalah ‘ied tahunan, serta hari jum’at dimana hari jum’at untuk melakukan ibadah shalat pengganti sholat zhuhur, sebagai ‘Ied pekanan. Selain dari hari-hari ‘ied tersebut, maka menetapkan suatu hari sebagai hari ‘ied yang lain adalah kebid’ahan yang tidak ada asalnya sama sekali dalam syari’at” (Latho-if Al Ma’arif, hal. 228)

Adakah dalil dianjurkannya Maulid Nabi? Kaum muslimin yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sayangnya tidaklah pernah bisa kita temukan satu dalil pun yang menunjukkan disyari’atkannya maulid Nabi setelah sempurnanya agama Islam. Tidak ada pula hadits Nabi ﷺ, riwayat para sahabat, tabi’in, serta ucapan dari ke 4 imam mazhab yang menunjukkan dianjurkannya merayakan maulid Nabi. Kesimpulan hukum maulid. Oleh karena itulah dengan melihat definisi bid’ah di atas serta melihat penjelasan tentang ‘ied sebelumnya, maka yang dapat kita simpulkan adalah : Maulid Nabi sebuah perayaan rutin (‘ied) yang tidak memiliki landasan sama sekali dalam agama islam, sehingga tergolong perbuatan baru yang diada-adakan (baca : bid’ah). Inilah alasan pokok mengapa maulid dikategorikan sebagai bid’ah, sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :

ﻭ ﺇﻳﺎﻛﻢ ﻭ ﻣﺤﺪﺛﺎﺕ ﺍﻷﻣﻮﺭ ﻓﺈﻥ ﻛﻞ ﺑﺪﻋﺔ ﺻﻼﻟﺔ

“Waspadalah kalian dari perkara-perkara baru (dalam agama) karena sesungguhnya semua bid’ah itu sesat” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, lalu beliau pun berkata jika : “hadits ini hasan shahih”)



Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu ketika menghidupkan shalat tarawih secara berjama’ah, beliau pernah berkata kepada seluruh jemaatnya :

الْبِدْعَةُ هَذِهِ

“Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini.”

Mazhab Imam Syafi’i rahimahullah berkata :

البدعة بدعتان: بدعة محمودة، وبدعة مذمومة، فما وافق السنة، فهو محمود، وما خالف السنة، فهو مذموم

“Bid’ah itu ada dua macam yaitu bid’ah hasanah (mahmudah) yang terpuji, dan bid’ah madzmumah (yang tercela). Jika suatu amalan bersesuaian dengan tuntunannya Rasulullah maka itu termasuk amalan yang terpuji. Namun jika menyelisihi tuntunan dari sunnah itu termasuk amalan yang tercela untuk ditinggalkan.”

Yang dari Abu Dzar, baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada seluruh umatnya :

« يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلاَمَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى »

“Pada pagi hari diwajibkan bagi seluruh persendian di antara kalian untuk bersedekah. “Maka setiap bacaan Tasbih adalah sedekah, setiap bacaan Tahmid adalah sedekah, setiap bacaan Tahlil adalah sedekah, dan setiap bacaan Takbir adalah sedekah.” Begitu juga amar ma’ruf (memerintahkan kepada ketaatan) dan nahyi mungkar (melarang dari kemungkaran) adalah sedekah. Yang ini semua bisa dicukupi dan diganti dengan melaksanakan shalat dhuha sebanyak 2 raka’at.” (HR. Muslim No : 1704)

Yang hanya saja Rasulullah beserta para sahabat hingga tabi’in tidaklah pernah mencontohkannya untuk acara selamatan tahlilan dari 3, 7, 40, 100, dan 1000 harinya.

Yang sebagai penganut muhamadiyah, aku sendiri tetap pada pemahaman dari mereka berdua jika acara maulid nabi dan tahlilan itu sebagai bid’ah hasanah yang masih bagian dari sunnahnya baginda Rasulullah ﷺ yang bukan sebagai bid’ah dhalalah, dengan selebihnya pun. Wallahua’lam bhisawab.. 🙏



Adzan dan Iqamat di Pemakaman
Jawaban dari sisi hadits : Terdapat hadits yang berbunyi jika, “Mayit masih bisa mendengar suara adzan selama kuburnya belum ditimbun tanah.” [HR. Ad-Dailami dalam Musnad Al-Firdaus dari Ibnu Mas’ud]. Akan tetapi, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani pernah berkata jika, “Sanadnya Batil, karena ia termasuk riwayat dari Muhammad bin Al-Qasim Ath-Thayakani, dimana dia telah dicap sebagai pemalsu hadits.” dengan berani mengatasnamakan dari Rasulullah. [At-Talkhish Al-Habir/792]. Perkataan Ibnu Hajar ini telah dinukil langsung oleh Asy-Syaukani dalam kitab Nailul Authar dan Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi. Hadits ini dimasukkan sebagai hadits maudhu’ oleh Ibnul Jauzi dalam Al-Maudhu’at dan As-Suyuthi dalam Al-La`ali Al-Mashnu’ah.

Ibnul jauzi berkata tentang sanad hadits ini, “Ini adalah hadits maudhu’ (palsu/dibuat-buat) atas Rasulullah Shallallah 'Alaihi wa Sallam yang didalamnya terdapat beberapa masalah. Adapun Al-Hasan, karena dia tidak mendengar dari Ibnu Mas’ud. Yang sedangkan dari Katsir bin Syinzhir pernah berkata jika; Dia bukanlah apa-apa. Sementara Abu Muqatil dengan Ibnu Mahdi berkata ; Demi Allah, tidak halal riwayat darinya. Meski begitu yang tertuduh sebagai pemalsu hadits ini adalah Muhammad bin Al-Qasim, karena dia memang terkenal dalam barisan para pendusta dan pemalsu hadits. Abu Abdillah Al-Hakim berkata ; Dia itu pemalsu hadits.” [Al-Maudhu’at III/238]

Madzhab Syafi’i Ad-Dimyathi berkata, “Ketahuilah, sesungguhnya tidak disunnahkan adzan pada saat (mayit) dimasukkan kekubur, berbeda dengan orang yang mengatakan demikian karena mengqiyaskan keluarnya (seseorang) dari dunia dengan masuknya (seseorang) kedalam dunia.” [I’anatuth Thalibin I/268]. Prof. DR. Wahbah Az-Zuhaili berkata dalam bab adzan untuk selain shalat, “Dan tidak disunnahkan (adzan) pada saat memasukkan mayit kedalam kubur, menurut pendapat yang kuat dalam madzhab Syafi’i.” [Al-Fiqh Al-Islamiy wa Adillatuh].

Madzhab Hambali Ibnu Qudamah berkata, “Umat sepakat bahwa adzan dan iqamat disyariatkan hanya untuk shalat lima waktu saja, dan keduanya tidak disyariatkan untuk selain shalat lima waktu, karena maksudnya adalah untuk pemberitahuan masuknya waktu shalat fardhu kepada orang-orang. Dan ini tidak terdapat pada selainnya.” [Asy-Syarh Al-Kabir I/388]

Dan sebagai tambahannya telah disebutkan dalam salah satu fatwa Lajnah Da`imah Saudi Arabia: “Tidak boleh adzan maupun iqamat di pemakaman, baik setelah menguburkan mayit maupun sebelumnya, karena itu adalah Bid’ah muhdatsah (yang diada-adakan).” [fatwa nomor 3549]. Imam Ibnu Hajar Al-Haitami ditanya: “Apa hukum adzan dan iqamat ketika menutup liang lahat?” Al-Haitami menjawab, “Itu Bid’ah. Barangsiapa yang menganggap bahwa itu sunnah ketika menurunkan (mayit) kekuburan karena menganalogikan dengan dianjurkannya bagi bayi yang baru lahir, dimana perkara terakhir mengikuti permulaannya; maka dia tidak benar.” Dengan kesimpulannya, karena secara Hadits maupun ilmu Fiqih, hal ini tidaklah benar, maka sebaiknya pula kita tidak perlu melakukannya lagi.

Wallahu a’lam Bishawab..



Perayaan Hari Ulang Tahun
Sebagaimana sabda dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

ﻛِﺘَﺎﺏُ ﺍﻟﻠَّﻪِ، ﻭَﺃَﺣْﺴَﻦَ ﺍﻟْﻬَﺪْﻱِ ﻫَﺪْﻱُ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ، ﻭَﺷَﺮُّ ﺍﻟْﺄُﻣُﻮﺭِ ﻣُﺤْﺪَﺛَﺎﺗُﻬَﺎ، ﻭَﻛُﻞُّ ﻣُﺤْﺪَﺛَﺔٍ ﺑِﺪْﻋَﺔٌ ﻭَﻛُﻞُّ ﺑِﺪْﻋَﺔٍ ﺿَﻠَﺎﻟَﺔٌ، ﻭَﻛُﻞُّ ﺿَﻠَﺎﻟَﺔٍ ﻓِﻲ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ

“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, tidak akan ada yang bisa menyesatkannya. Dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, maka tidak akan ada yang bisa memberi petunjuk kepadanya. Karena sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Oleh sebab itu, mengkhususkan hari ulang tahun sebagai ‘Id (perayaan yang berulang setiap tahunnya) jelas-jelas bukan termasuk dari ibadah yang disyariatkan oleh agama islam, dan akan betapa terasa ruginya juga ketika kita habiskan waktu, biaya dan tenaga yang tidak sedikit untuk selalu merayakan setiap hari ulang tahunnya, namun tidak ada faidahnya sedikit pun, dan justru hanya akan membahayakan agama kita sendiri.

Dari Al Mughirah, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta pada selainku. Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari no. 1291 dan Muslim no. 4)

Dalam hadits yang shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ﻓَﻤَﻦْ ﻛَﺬَﺏَ ﻋَﻠَﻲَّﺑﻨﻲَ ﻟَﻪُ ﺑَﻴْﺖٌ ﻓِﻲ ﺟَﻬَﻨَّﻢَ

“Barangsiapa berdusta atas namaku, maka akan dibangunkan baginya rumah di neraka Jahannam.” (HR. Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir)



Perayaan Akhir Tahun Baru
Islam itu telah melarang Tabdzir kepada seluruh umatnya atau merayakan tahun baru, karena pastinya ada biaya yang akan dikeluarkan, bahkan mungkin ada yang bisa menghabiskan uangnya hingga jutaan rupiah hanya untuk mengadakan acara peringatan pergantian tahun barunya. Padahal acara tersebut tidaklah pernah memiliki manfaat yang begitu berarti, baik untuk kebutuhan duniawi apalagi kebutuhan Ukhrowi. Maka acara seperti ini dalam Syariat Islam dinilai sebagai acara yang sia-sia saja. Sehingga akan menghamburkan banyak harta termasuk menyia-nyiakan atau disebut juga Tabdzir dan dianggap sebagai Bid'ah. Karena Allah memang melarang perbuatan tersebut dan mengecam para pelakunya yang disebut mubadzir. Allah Ta’ala Berfirman :

ﺇﻥ ﺍﻟﻤﺒﺬﺭﻳﻦ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﺇﺧﻮﺍﻥ ﺍﻟﺸﻴﺎﻃﻴﻦ ﻭﻛﺎﻥ ﺍﻟﺸﻴﻄﺎﻥ ﻟﺮﺑﻪ ﻛﻔﻮﺭﺍ

Artinya : “Sesungguhnya para mubadzir (pemboros) itu adalah saudara-saudara dari setan. Dan setan itu adalah makhluk yang ingkar terhadap Rabb-Nya.” (Qs. Al Isra: 27)

Sebab Allah Ta’ala tidak pernah mencintai orang-orang yang selalu memboroskan harta dan bendanya. Sedangkan uang yang digunakan untuk perayaan tahun baru adalah termasuk perkara membuang-buang harta. Maka seorang muslim yang baik tidak akan pernah mau dengan mudah membuang-buang harta hanya untuk perayaan semacam ini.



Melakukan Peraktek Tabarruk
Seiring dengan kemajuan zaman dan sedikitnya ilmu, banyaknya para penyeru (da’i) yang mengajak kepada bid’ah dalam hal beribadah dan Taqarrub kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, ternyata jenis bid’ah-bid’ah modern sudah banyak sekali dengan merebaknya Tasyabuh yaitu meniru orang-orang kafir, baik dalam masalah adat kebiasaan maupun ritual dari agamanya mereka sendiri. Karena hal yang seperti inipun sudah menunjukkan sebuah kebenaran (fakta) lewat sabdanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hukum bertabarruk kepada selain Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam :

ﻭﻣﻦ ﺍﻗﺘﺪﻯ ﺑﻪ ﻛﺎﻥ ﺍﻗﺘﺪﺍﺅﻩ ﺑﺪﻋﺔ، ﻛﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﺍﻻﻗﺘﺪﺍﺀ ﺑﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﺰﻳﺎﺩﺓ ﻋﻠﻰ ﺃﺭﺑﻊ ﻧﺴﻮﺓ ﺑﺪﻋﺔ

“Dengan demikian bisa disimpulkan, tidak benar jika seseorang mencontoh tabarruk yang dilakukan para sahabat kepada Nabi lalu diterapkan kepada selain Nabi. Jika ada yang meniru demikian, maka itu perbuatan Bid’ah. Sebagaimana bid’ahnya orang yang meniru Nabi dengan menikahi lebih dari empat orang wanita”.

Seperti perbuatan dari Tabarruk yang memiliki artinya memohon berkah agar bisa bertambahnya sebuah kebaikan, ataupun dipanjangkan usianya, yang padahal hanya Allah Subhanahu Wa Ta’ala sajalah yang akan mampu menurunkan berkah dan mengekalkannya. Adapun mahluk hidup, dia tidak akan pernah mampu untuk menetapkan dan mengekalkannya. Maka dari itu praktek tabarruk dari tempat-tempat tertentu, barang-barang peninggalan dan orang-orang baik, baik yang hidup ataupun yang sudah meninggal tidak boleh dilakukan karena praktek ini bisa termasuk kedalam perbuatan syirik bila ada keyakinan bahwa barang-barang tersebut dapat memberikan nilai berkah, yang bila ada keyakinan bahwa setelah menziarahi barang-barang tersebut, memegangnya dan mengusapnya merupakan penyebab untuk mendapatkan berkah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kesimpulan Positifnya
Karena memang bukan sebagai perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang tidak pula disyariatkan dan tidak ada dalilnya sama sekali lewat Al-Hadits maupun Al-Sunnah dari sabda maupun ajakannya Rassullulah, maka dari itu para ulama ahli hadits dari yang versi kontra hanya ingin memberikan sedikit nasihatnya saja kepada seluruh umat muslim khususnya dinegara kita ini (indonesia), yang jika harus terpaksa juga ingin mengadakan Maulid Nabi, Tahlilan, Tabarruk, Ulang Tahun, Perayaan Hari Pernikahan dan Tahun Baru, kecuali Adzan dan Iqamat di pemakaman karena memang telah sesuai juga dengan sejarah dari hadits palsunya, maka gunakanlah dengan uang yang halal yang tentunya karena mampu, bukannya karena adanya sifat Riya' agar bisa mendapatkan banyak pujian dari sesama manusia dan harus ikhlas juga secara lahir dan batin. Yang tentunya bukan dari materi yang diharamkan oleh agama Islam seperti meminjam uangnya lansung dari para kaum renternir, ataupun dari bank-bank konvensional yang bukan dari bank berbasis syariah yang statusnya pun sudah dihalalkan secara syariat islam oleh para ulama dinegara kita.

Jadi Menyelisihi sunnah berarti sudah menyelisihi sabdahnya dari baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang padahal Allah Ta’ala sendiri telah memerintahkan kita semua untuk selalu terus meneladani beliau. Semoga Allah Subhaanahu wa Ta’ala mau memberi petunjuk kepada kita semua dan membimbing untuk senantiasa berpegang teguh kepada Al Qur’an dan As Sunnah. Semoga shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

12 Responses to "Pengertian Bid’ah Dan Hukum-Hukumnya Dari Syariat Islam"

Reny Dwiyantie mengatakan...

Hukum bid'ah memang sudah sangat marak dibahasnya oleh para ulama dan ustadz sejak lama, yang tujuannya sendiri hanyalah untuk memperbaiki kesalah pahaman dikalangan kaum mukmin saja..

Imam Wahyudie™ mengatakan...

Hukum Bid'ah sendiri memang ada dua jenis dari yang diperbolehkan dan yang diharamkan, sekalipun saya masih harus belajar lagi sama para ustadz dipengajian agar bisa paham loh

Dilla Setiawan™ mengatakan...

Pengertian bid'ah sendiri sama halnya juga seperti menciptakan hadist palsu dengan berani mengatasnamakan rosul

Selvie Agustine™ mengatakan...

Bid’ah itu ada dua, yaitu Bid’ah yang sesuai dengan sunnah berarti terpuji, sedangkan yang menyelisihinya
berarti tercela (haram)

Bayu Rosidan mengatakan...

makanya jangan suka asal ikut saja jika tak tahu asal muasalnya karena taruhannya neraka seperti yang telah disyafaatkan oleh baginda rosul SAW

Stephany Shintya™ mengatakan...

yang penting jangan sampai terpecah belah ikatan dari tali sirahtulrahminya, khususnya buat kalangan usia mudanya @Shiefa

Arie Dickinson mengatakan...

Perayaan kelahiran Isa Almasih dan Imlek dari paulus itulah sebagai contohnya yang paling sering dipakai oleh para ulama sebagai bentuk fatwahnya agar umat muslim jangan asal saja untuk menciptakan hari nasional keagamaan..

Rianty Agraenie™ mengatakan...

Ternyata maulid nabi pun masih dianggap BID'AH oleh para ulama, padahal perayaan ini sebagai bentuk dari rasa terima kasih kita kepada nabi Muhammad SAW yang telah wafat sebagai suri teladannya umat muslim

Jessica Shintya™ mengatakan...

Setiap ibadah yang tidak bersumberkan di Al-quran maupun sunnahnya maka lebih baik ditinggalkan, kecuali kita sudah tau hadist dan dalilnya juga

Hasbi Manaf mengatakan...

Hadist tentang bid'ah hasanah saja masih diragukan untuk tidak digunakan, apalagi yang selainnya? Jadi mending tanya dulu sama para ustadz atau ke ulamanya lansung biar paham ya

Desy Clariesya mengatakan...

ﻣﻦ ﺗﺸﺒﻪ ﺑﻘﻮﻡ ﻓﻬﻮ ﻣﻨﻬﻢ

“Orang yang suka meniru
suatu kaum, ia seolah-olah adalah bagian dari kaum tersebut” [HR. Abu Dawud, disahihkan oleh Ibnu Hibban]

Abdul Muhidin mengatakan...

Sejelek-jeleknya perkara yang diada-adakan, adalah bid’ah, karena setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. Muslim no. 867) seperti dari situs

https://muslim.or.id